Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat datang di blog yang sederhana ini.Semoga kunjungan anda bisa bermanfaat untuk menuju hidup yang lebih baik.

Sabtu, 13 Agustus 2011

MENGGENGGAM HARAPAN

Saat itu petang terasa datang begitu terburu-buru.Terlihat sepasang suami istri menggelar dagangannya di trotoar jalan.Lampu jalan yang sudah redup tak cukup untuk menerangi dagangannya mereka.Di kanan kirinya tumpukan puing-puing bongkaran pasar mengepungnya.Di depan lalu-lalang kendaraan,dan langkah-langkah cepat.Siapa pula yang tertarik membelinya?Namun,mereka berdua silih berganti menyapa,menawarkan dagangannya.Kaos anak warna-warni,setangan sebungkus tiga,rok kecil,dan entah apalagi.
"Wahai suami istri,mengapa kamu yakin akan ada yang membeli daganganmu itu.Bagaimana kalian bisa menjajakan barang di keremangan dan keriuhan seperti ini?"
"Kami tak kehilangan harapan."begitu jawabnya."Itulah satu-satunya kekuatan kami.Kami tak tahu apa dan bagaimana membesarkan usaha ini,namun kami tahu harapan takkan pernah meninggalkan mereka yang menggenggamnya."

Berterima kasihlah pada orang-orang kecil yang memberikan teladan dan menebarkan harapan perbaikan hidup pada kita.
Mereka tiang penyangga yang menahan langit dari keruntuhan.Mereka peredup terik mentari kehidupan yang ada kalanya terasa panas membakar. 


Senin, 08 Agustus 2011

LELAKI PEMBAWA BANTAL DI ALUN-ALUN KOTA.

Suatu hari datanglah seorang pria muda pada sang Bijak."Guru saya terlalu banyak dosa.Saya sering memfitnah,berbohong sudah kebiasaan,dan sering menggosipkan orang lain dengan hal-hal buruk.Banyak orang tersakiti karena lidah saya,banyak orang geram karena kelakuan saya,sampai orang tua sayapun tidak sudi menerima saya lagi.Saya sangat menyesal dan saya ingin mohan ma'af bertaubat.Bagaimana caranya agar Tuhan mengampuni kesalahan saya,Guru?"

Sang Bijak berkata,"Ambilkan bantal di tempat tidurku.Bawalah ke alun-alun kota.Di sana bukalah bantal itu sampai kapas-kapas ataupun bulu-bulu ayam di dalamnya keluar tertiup angin.Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang sering keluar dari mulutmu,juga perilakumu yang lain."

Meski kebingungan,pria itu tetap saja berangkat ke alun-alun kota menjalani "hukuman" yang diperintahkan kepadanya.Di alun-alun dia membuka bantal yang dibawanya,dalam sekejap kapas-kapas dan bulu-bulu ayam di dalamnya beterbangan tertiup angin.

Setelah selesai ia kembali menghadap sang Bijak."Saya telah melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah segala dosa saya telah diampuni?"

Jawab sang Bijak,"Kamu belum dapat pengampunan.Kamu baru menjalankan separuh tugasmu.Kini kembalilah kamu ke alun-alun kota dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam serta kapas-kapas yang tadi beterbangan tertiup angin." 

Pria itu ternganga,tak mampu berkata-kata.Langsung dia tergopoh-gopoh menuju alun-alun kota.

Sang Bijak memandangi kepergiannya.Dalam hatinya berdoa,"Ya Allah...bila di tiap desah nafas dan langkahnya menyenandungkan pengakuan dosa serta dari dalam hatinya bercucuran air mata ingin pengampunan dariMU,maka ampunilah ya Allah....dan berilah petunjuk kepadanya."

SUARA MERDEKA CETAK - Ancaman Badai Matahari terhadap Bumi

SUARA MERDEKA CETAK - Ancaman Badai Matahari terhadap Bumi

Minggu, 07 Agustus 2011

Tak Bisa

Banyak orang hanya bisa memandang
tak bisa mengerti.....
banyak orang hanya bisa mendengarkan
tak bisa memahami......
banyak orang hanya bisa menjerit sakit
tapi terus menyakiti......
banyak orang hanya bisa meminta
tapi tak mau memberi ......
bayak orang begitu banyak berharap
namun kejam mengerdilkan harapan orang lain .....
banyak orang suka dengan keindahan 
namun lidahnya tak mampu melukis keindahan.....
banyak orang senang dengan kedamaian
namun perilakunya meresahkan......
banyak orang ingin kehidupan yang lebih baik
namun tak melakukan yg bermanfaat dalam hidup ini
BANYAK ORANG INGIN MATINYA DI JALAN ALLAH
TAPI TAK PERNAH MEMPERSEMBAHKAN HIDUPNYA UNTUK ALLAH...


                                                                                           Goesti.life

SUARA MERDEKA CETAK - Selipkan Kata Bijak pada Setiap Mata Pelajaran

SUARA MERDEKA CETAK - Selipkan Kata Bijak pada Setiap Mata Pelajaran

Jumat, 05 Agustus 2011

PENARI JAIPONG PANTAI WIDURI.

Siang itu,semilir angin menyapa sekujur pori-pori kulitku.Lelah terhempas bersama debur ombak pantai widuri.Penat yang merangkulku,terurai lepas tatkala badan ini kusandarkan pada sebongkah batu di tepi pantai.

Kupandang laut lepas,kulihat langit nan luas....dan terasa diri ini makin mengerti,tak berdaya sudah keangkuhanku.Nyaman hati ini,tatkala keagungan MU berbaring membinasakan keakuan diri.

Anak-anak terkesan tak peduli terik mentari yang menepuk-nepuk punggungnya.Candi-candi dari gundukan pasir yang tercipta, membuatnya makin riang.Kebahagiaan terpancar pada wajah dan sorot matanya,menyatu dengan alam, membingkai harapan yang tentu ada di benaknya.

Wanita ayu mantan pacarku,terlihat sedang menikmati sepiring rujak sambil sesekali  menebar senyum manakala dua buah hatinya berjuang mempertahankan bangunan pasir yang dibuatnya, dari hempasan ombak nakal menggoda.

"Punten.....",tiba-tiba terdengar suara di sebelahku. Kami berdua menoleh memperhatikan.Ternyata seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian tari sederhana mulai menari jaipong dengan iringan musik dari kaset yang disetelnya. "Ma...,ada orang ngamen",sapaku pada istri biar segera menyiapkan uang untuknya.
Keningnya mulai terlihat berkilau bibit-bibit keringat.Namun bibirnya tetap tersungging senyuman meski gurat-gurat kesedihan,kelelahan tak bisa disembunyikan dari pandanganku.Lama kami memperhatikan tariannya.Namun dalam benakku, bersimbah pedih bila makin lama melihatnya.
Punggungnya ternyata sudah dibasahi oleh keringat.Karena dia menari dari satu tempat ke tempat lain tak peduli panas terik yang menyengat.


"Ma'af ya Bu,mengganggu",tersipu dia sambil membenahi alat pemutar kaset yang sederhana."Oh...ngga apa-apa pak",istriku menimpali sambil memberi lembaran rupiah untuknya. 
"Alhamdulillaah ya Allah....puji syukur ya Allah...",begitu tulus dan ikhlasnya kalimat itu terucapkan sambil mengusapkan kedua telapak tangan di wajahnya.Dia tak begitu pedulikan berapa rupiah yang baru di terima."Maturnuhun ya Bu...",kembali dia menyampaikan rasa terimakasih sambil sedikit membungkukkan badan.
Aku terpana melihat semuanya."Moga -moga perjuanganmu untuk keluarga diberkahi Allah", gumanku dalam hati sembari termenung memikirkannya.


Dengan  gontai dia melangkah pergi,makin jauh.....
Terimakasih wahai penari jaipong,pembelajaranmu tertanam dalam hati.


                                                              Pemalang,10 Juli 2011.